Laman

Jumat, 09 April 2010

Evaluasi Proyek

Oleh : H. Mahmu'ddin,S.Pd.,MMA

Silahkan klik link dibawah ini untuk melihat dokumen
Terima Kasih

Selengkapnya...

Rabu, 17 Maret 2010

Apakah Teori Itu?

Bahan Perkuliahan Konseling Individual
Pengampu MK. M.Darsyah Akhmadi.M

Apakah Teori Itu?


A. Pemaknaan dan Kesalahpahaman

“Apakah teory itu? Adalah pertanyaan yang diwilayah jangkauannyasangat rumuit dan berbau filosofis, sama artinya dengan pertnyataan, apakah konseing itu?. Namun demikian istilah teori juga merupakan istilah yang banyak dibincangkan berbagai kalangan ketika menyoal sesuatu, baik dalam ranah (tatanan) ilmu pengetahuan ataupun kehidupan sehari-hari. Penggunaannya apabula dicermati memperlihatkan trend tertentu, paling tidak teori selalu dikatikan dengan sesuatu yang abstrak teoritis. Yang pada tataran tertentu menimbulkan keragaman tafsir bahkan antipati serta ejekan di dalamnya. Istilah ’teory” sering digunakan oleh anak muda atau kalangan lainnya untuk mencela mereka yang selalu berbicara pada tataran abstrak, sulit dipahami dan tidak pernah berpijak di alam kenyataan/emprik. Ungkapan yang lazim adalah “ah itu sih teori”.

Terdapat memahamn bahwa istilah “teori” bukanlah sesuatu yang harus dijelaskan, tetapi sebagai sesuatu yang seolah-olah sudah dipahami maknanya. Bahkan teori sering ditafsirkan sebagai istilah yanpa makna apabila tidak berait dengan kata hukum, ekonomi, pendidikan dan lain-lain, sehingga kata yang menjadi pedanannya menjadi (seolah-olah) lebih bermakna ketimbang istilah/makna teori itu sendiri. Teori pada akhrrnya hanya menjadi kajian kebahasaan atau metodologi.



Ada kesimpang siuran (meski dalam wacana ini bukan sesuatu yang dianggap negative tumoang tindih dalam penggunaan istilah teori, misalnya degan istilah konsep, model, aliran, pardigma, dogma, doktrin dan istilah lainnya
Pada tataran tertentu penggunaan istilah teori banyaj yang tidak tepat dan asal-asalan, hanya untuk memberikan kesan bahwa hal itu terlihat ilmiah.

Mengapa itu terjadi paling tidak ada tiga alasan; pertama, istilah teori bukan lagi makna eksklusif, yang digunakan dalam ilmu penteahuan untuk menjelaskan fenomena atau keadaan tertentu, namun lebih merupakan istilah umum (sehari-hari) yang dibicarakan oleh siapa saja. Kedua, kemrumitan dan sedemikian tipisnya batasan makna yang terkandung di dalam banyak peristilahan yang disebutkan di atas, sehingga menimbulkan kekeliruan atau tumpang tindih dalam penggunaannya, Ketiga, yang merupakan hal yang penting seberapa ketat sebetulnya, setiap orang menggunakan peristilahan ini dalam kajian keilmuannya. Artinya seberapa jauh dia terikat untuk menggunanakannya dengan pakem yang ada, atau sebaliknya.

1
2

Teori berssal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti ”perenungan” yang pada gilirannya berasal dari kata ”thea” dalam bahasa Yunai yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas” Dari kata dasar the ini pula dating kata modern “teater” yang berarti pertunjukkan atau tontonan , Dalam banyak literatur, beberapa akhli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berpikir yang tersusun sistematis, logis (rasional, empiris (kenyataan), juga simbolis.

Menurut Shorter Oxford Dictionary “teori” mempunyai beberapa definisi, yang salah satunya lebih tepat sebagai suatu disiplin akademik “suatu skema atau system gagasan atau pernyataan yang dianggap sebagai penjelasan atau keterangan dari sekelompok fakta atau fenomen …. Sesuatu pernyataan tentang sesuatu yang dianggpap sebagai hokum, prinsip, atau penyebab sesuatu yang diketahui atau diamati.

Menurut Neuman, “teoru” adalah suatu system yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara yang ringkas untuk berpikir tentang dunia an bagaimana dunia itu bekerja. Bagi Sarantakos, teori adalah, suatu set/kumpulan/koleksi/gabungan “proposisi” yang secara logis terkait satu sama lain dan diuji serta disajiakan secara sistematis. Menurutnya teori dibangun dan dikembangkan melalui research dan dimaksudkan untuk menggambarkan dan menjelaskan suatu fenomena.

Dengan mendasarkan kepada pendapat Malcolm Waters maka teori hendaknya meliputi semua prangkat pernyataan yang disusun dengan sengaja yang dapat memenuhi kriteria :

a Pernyataan itu harus abstrak
b Pernyataan itu harus tematis
c Pernyataaan itu harus konsisten secara logika
d Pernyataan itu harus dijelaskan
e Pernyataan itu harus umum pada prinsifnya
f Pernyataan-pernyataan itu harus independen
g Pernyataan-pernyataan itu secara substantif harus valid.

Bagi semua ahli, teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang di samping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.

Secara umum, ada tiga tipe teori formal, substantif dan positif. Teori formal adalah yang paling inkusif. Teori formal mencoba menghasilkan suatu

3

skema konsep dan pernyataan dalam masyarakat atau intraksi keseluruhan
manusia yang dapat dijelaskan (diterangkan). Seringkali teori tertentu mempunyai karakter yang paradigmatik, yaitu mencoba untuk menciptakan agenda keseluruhan untuk praktek teoritis masa depan terhadap klaim paradigma yang berlawanan, teori juga seringkali mempunyai karakter yang fondasional, yaitu mencoba untuk mengindentifikasikan seperangkat prinsip tunggal yang merupakan pincak untuk kehidupan dan bagaiamana semuanya dapat diterangkan.

Teori subtantif, sebaliknya kurang inkusif. Teori ini mencoba untuk tidak menjelaskan secara keseluruhan tetapi lebih kepada menjelaskan hal yang khusus, misalnya saja tentang hak oekerja, dominasi politik, tentang kelas, komitmen agana atau perilaku yang menyimpang.

Teory posiptivistik, Teori ini mencoba untuk menjelaskan hubungan
impris santaravariabel dengan menunjukkan bahwa variabek-varabel itu dapat disimpulkan dari pernyataan-pernyataan yang spesifik, karena teori ini sangat menfokuskan pada hubungan-hubungan empirik tertentu, temuan-temuan tentunya yang belum terbukti mempunyai pengaruh.

Jadi pada hakikatnya teori adalah :

1 Pemahaman tentang hal-hal dalam hubungannya yang universal dan ideal antara satu sama lain. Berlawanan dengan eksistensi faktual dan/atau praktek.
2 Prinsif abstrak atau umum dalam tubuh pengetahuan yang menyajikan suatu pandangan yang jelas dan sistematis tentang beberapa materi pokoknya, sebagaimana dalam teori seni dan teori atom.
3 Model atau prinsip umum, abstrak dan ideal yang digunakan untuk menjelaskan gejala-gejala, sebagaimana dalam teori seleksi alam;
4 Hipotesis, suposisi atau bangun yang dianggap betul dan yang berlandaskan atasnya gejala-gejala, sebagaimana dalam teori seleksi alam;
5 Dalam filsafat ilmu pengetahuan, teori berpijak pada penemuan fakta-fakta maupun pada hipotesis. Dalam bidang ilmu alam, suatu deskripsi dan penjelasan fakta didasarkan atau hukum-humum dan sebab-sebab niscaya, mengkuti konfirmasi fakta-fakta itu dengan pengalaman dan percobaan (eksperimen). Deskripsi ini sifatnya pasti non-kontradiktoris, dan matematis (jika mungkin). Bagaimanapun juga, sejauh penjelasan-penjelasan semacam ini mungkin, tetapi sesungguhnya tidak meniadakan penjelasan lainnya, ia tetap merupakan hipotesis yang kurang lebih probable. Hanya bila bukti dikemukan sedemikian rupa sehingga penjelasan tertentu merupakan satu-satunya penjelasan yang sepadan dengan fakta-fakta, maka penjelasan itu sungguh-sungguh mencapai tingkat teori.





Mengawal Kujujuran Pelaksanaan UN (Tempo Edisi 8-14 Maret 2010)

Kejujuran dan prestasi menjadi kata kunci dalam pelaksanaan UN 2010 kenapa pilihannya jatuh pada jujur dan prestasi?

Jawabnya, karena fakta di lapangan menunjukkan tingkat kejujuran dalam pelaksanaan UN belum memuaskan.

Ada tiga kategori yang telah ditetapkan untuk mengukur tingkat kejujuran, kategori putih, abu-abu, dan hitam.

Untuk mengukur obyektivitas, validitas, dan relaitas mutu hasil UN, Kementerian Pendidikan Nasional telah mengembangkan metode analisis pola jawaban peserta ujian untuk mengidentifikasi ada-tidaknya intervensi dari luar atau ketidak jujuran peserta ujian dalam menjawab soal sewaktu penyelenggaraan ujian.

CARANYA?, Dengan meilhat pola jawaban peserta ujian Pengertian pola jawaban peserta ujian adalah suatu pola jawaban dari wejumlah peserta ujian dalam mengerjakan suatu tes setelah diberi kunci jawaban atau skor.
Bila peserta ujian menjawab tes secara jujur berdasarkan kemampuannya, jawaban yang salah antar peserta ujian cenderung tidak terpola. Sebaliknya bila peserta ujian mengerjakan soal tidak jujur, menyontek, diberitahu atau saling memberitahu, maka jawaban yang salah cenderung terpola atau sama.

Melalui cara inilah pemerintah mengawal kejujuran dalam pelaksanaan UN, dan pada titik inilah sesungguhnya UN dapat dikembangkan menjadi suatu sisten dan alat yang tepat dalam rangka pengendalian mutu pendididkan (qualty control) dan perbaikan mutu pendidikan (quality improment) pada tiap satuan pendidikan.
Intinya UN bertujuan memadukan antara penentu kelulusan siswa serta peta atau data kualitas pendidikan. Jadi selain menentukan kelulusan siswa, UN juga bisa dipakai sebagai peta, sehingga kalau nanti dari hasil UN ada sekolah-sekolah tertentu yang kondsinya tidak bagus, termasuk tingkat kejujurannya rendah, maka bisa dilakukan intervensi untuk meningkatkan keualitas sekolah itu.

Cara lain dalam mencegah terjadinya kecurangan adalah pengawasan dan pengamanan akan diperketat, mulai dari penggadaan soal, distribusi soal, pelaksanaan ujian di setiap runag ujian, sampai penilaian. (MDA) Allah hualam.

Selengkapnya...

Jumat, 12 Maret 2010

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Mata Kuliah : PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Kode Mata Kuliah : FIP403
Bobot : 2 SKS
Dosen : Sugiman
Program Studi : S-1 Bimbingan dan Konseling
Waktu Perkuliahan : Semester Genap
Sampit, 01 Maret 2010
STKIP Muhammadiyah Sampit

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

A. Pendahuluan
Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.
Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.

B. Mendorong Tindakan Belajar
Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban menyebarluaskannya kepada orang lain. Demikian juga, subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik.
Anggapan-anggapan seperti ini, meskipun sudah berusia cukup tua, tidak dapat dipertahankan lagi. Fungsi pendidik menjejalkan informasi pengetahuan sebanyak-banyakya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan kata lain, pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987 : 46). Gugus pengetahuan yang dikuasai dan disebarluaskan saat ini, secara relatif, mungkin hanya berfungsi untuk saat ini, dan tidak untuk masa lima hingga sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak banyak artinya menjejalkan informasi pengetahuan kepada subjek didik, apalagi bila hal itu terlepas dari konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun demikian bukan berarti fungsi traidisional pendidik untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus dipupuskan sama sekali. Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa menjadi seorang pendidik dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di dalam perjumpaan antara subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang setiap hari mengepung kehidupan mereka.
Sebagai penengah, pendidik harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek didik.Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum inilah tindakan belajar dalam pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek didik belajar mengkaji kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk mencapai kebutuhan-kebutuhannya.
Dari deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan kemampuannya sendiri. Lebih jauh lagi, bila subjek didik berhasil menemukan dirinya sendiri ; menjadi dirinya sendiri. Faure (1972) menyebutnya sebagai “learning to be”.
Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks, melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan (Whiteherington, 1982:77). Inilah fungsi motivator, inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar
Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).
1. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.
2. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar
jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara
terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
2.1. Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja.
2.2. Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.
2.3. Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.
2.4. Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
2.5. Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.

Selengkapnya...

Jumat, 05 Maret 2010

Contoh Proposal Penelitian Tindakan Kelas

Contoh Proposal Penelitian Tindakan Kelas
Oleh. M.Darsyah AM
Dosen Prodi Bimbingsn Konseling & Pendidikan Ekonomi
STKIP Muhammadiyah Sampit


Judul : ‘UPAYA MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI
PENERAPAN HUKUMAN’

BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Disiplin bagi peserta didik adalah hal yang rumit dipelajari debab disiplin merupakan hal yang komplek dan banyak kaitannya antara pengetahuan, sikap, dan prilsku, Kebenaran dan kejujuran, tanggung jawab, dan sebagainya adalah beberapa aturn disiplin kemasyarakatan yang harus dipelsjri, disikapi, dan ditegakkan.
Terpeliharnya disiplin tidsk lepas dari terpenuhinya atau kebutuhsn demus pihsk. Peserta didik memiliki banyak kepentingan, guru memiliki banyak kepentingan, demikian juga sekolah/ Permasalahannya adalah bagaimana kepeningan-kepentingan dari masing-masing pihak dapat terpenuhi dan dapat disekaraskan agar tidak terjadi bentoran/
Pada umumnya istilah “Disiplin” mengzndung arti hukuman. Kita mendisiplinkan si pembuat gaduh. Pembicaraan ini bukan hanya uraian tentang hukuman bagi mereka yang kita anggap gagal melainkan juga mengenai pencegahan timbulnya ketidaktertiban di dalam kelas, Dapatkah seorng guru menghindari timbulnya kesulita-kesulitan di dalam kelas? Tidak dapat. Tetapi
1
2
seorang guru dapat menguranginya,dan bila terjadi dapat menangganinya secara tepat dan efisien. Pedoman tradinsional yang biasanya diberikan dalam situasi demikian yaitu “Program pelajaran yang menarik perhatian akan mencegah timbulnya masalah kedisiplina. Beberapa diatara masalah kedisiplinan yang paling rumit akan timbul apabila guru tidak yakin akan kedudukan. Disiplin yang baik adalah terjelmanya aktivitas yang mampu mengatur diri kepada terciptanya pribadi dan potennsi social berdasarkan pengalaman-pengalaman sendiri.Pemeliharaan disiplin disiplin dewasa ini pada dasarnya adalah bagaimana membantu anak mengembangkan disiplin dan menerima pusat pengendalian disiplin,
B Identifikasi Masalah
Disiplin pada hakikatnya adalah pernyataan sikap mental dari individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan, kepatuhan yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan.
Sikap disiplin yang dilakukan oleh seseorang sebenarnya adalah suatu tindakan untuk memenuhi tuntutan nilai tertentu, antara lain nilai-nilai keagamaan, tradisional, kekuasaan, subyektif, dan rasional, yang semuanya saling berkaitan.
Sedangkan berdasarkan kenyataan yang sering kita jumpai di dalam kelas, dalam guru mendisiplinkan anak kurang itensitas dalam menerapkan suatu

3
hukuman dan juga di dalam menerapkan suatu hukuman kurang diperhitungkan atau dipertimbangkan.
Ngalim Purwanto (1997 : 191) berpendapat bahwa hukuman itu harus hukuman yang paidagogis, yang syarat-syaratnya, maka antara lain : 1) dapat dipertanggungjawabkan, 2) bersifat memperbaiki, 3) tidak bersifat ancaman, 3) jangan melakukan hukuman badan, 4) jangan menghukum pada waktu kita sedang marah, 5) hukuman dapat dirasakannya sendiri sebagai kedudukan yang sebenarnya.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah-masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1 Apakah penerapan hukuman dapat meningkatkan kedisiplinan siswa
2 Sejauhmanakah penerapan hukuman dalam mendisiplinkan siswa?

D. Batasan Istilah
Berdasarkan identifikasi dari aspek, syarat dalam penerapan hukuman dalam mendisiplinkan siswa, maka dalam penelitian ini peneliti hanya membatasi pada penggunaan hukuman yang baik

E.Tujuan Penelitian.
Secara eksplisit tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas guru Kelas dalam mendisiplinkan siswa melalui penerapan hukuman, dan juga untuk mengetahui sejauhmana intensitas hukuman yang diterapkan.
4
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak, sesuai dengan kepentingan masing-masing yaitu :
1 Bagi para guru hasil penelitisn ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan re-orientasi dalam menegakkan disiplin, sehingga dieproleh teknik yang tepat dalam menerapkan suatu hukuman
2 Bagi peneliti dan bagi mahasiswa, hasil penelitian ini dapat dijadikan umpan balik untuk selanjutnya dijadikan dasar dalam menentukan teknik-teknik yang dapat dalamm menegakkan kedisiplinan siswa dan dapat dijadikan dasar dalam usaha penerapan suatu hukuman bagi siswa.
D. Defenisi Operasional Ubahan
Di dalam proposal peneitian tindakan kelas ini yang dimaksudkan dengan :
1 Disiplin adalah : Menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan tata tertib karena di dorong oleh adanya kesadaran yang ada pada kata hatinya.
2 Tata tertib : Menunjuk pada patoksn atau standar untuk aktivitas khisus. Misalnya penggunaan pakaian seragam, mengikuti upacara bendera, peminjaman buku perpustakaan (Suharsimi Arikunto, 2993 :122-123)
3 Hukuman : Suatu yang mengurangi frekuensi perbiuatan yang mendahuluinya (Maman Rakhmanm 19988 : 64)


5
4 Hukuman adalah : Penderitaan yang diberikan/ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua, guru dan sebagainya) sesudah terjadi suatu pelanggaran kejahatan, kesalahan (Ngalim Purwanto, 1997 : 186)
5 Siswa yang dimasud dalam proposal tindakan kelas ini adalah siswa kelas III SD.Ngeri-1 Mntawa Baru Hulu Sampit

















BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Disiplin
Disiplin dalam arti luas mencakup setiap macam pengaruh yang ditujukan untuk membantu peserta didik agar dia dapat memahami dan menyesuiakan diri dengan tuntutan lingkungannya dan juga cara menyelesaikan tuntutan yang mungkin ingin ditujukan peserta didik terhadap linkungan
Disiplin timbul dari kebuuhan untuk mengadakan keseimbangan antara apa yang ingin dilakukan oleh individu dan apa yang diinginkan individu dari orang lain sampai batas-batas tertentu dan memenuhi tunutan oran lain dan dirinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan dari perkembangan yang lebih luas. Di dalam pembicaraan disiplin dikenal dua istilah yang pengertiannya hampir sama tetapi terbentuknya satu sama lain merupakan urutan. Kedua istilah itu adalah disiplin dan ketertiban, ada juga yang menggunakan istilah siasat dan ketertiban. Diantara kedua istilah tersebut terlebih dahulu terbentuk pengertian ketertiban baru kemudian pengertian disiplin. (Suharsimi Arikunto, 1993 : 114).
Ketertiban menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib karena di dorong atau disebabkan oleh sesuatu yang datang dari luar. Disiplin atau siasat menunjuk pada seseorang dalam mengikuti
peraturan atau tata tertib karena didorong oleh adanya kesadaran yang ada pada kata hatinya. Disiplin kelas adalah keadaan tertib suatu kelas yang di dalamnya
6
7
tergabung guru dan siswa taat kepada tata tertib yang telah ditetapkan. (Maman Rachmat, 1998 : 168).
Pendektan dsiplin yang dapat dilakukan guru harslah :
1 Mengambarkan prinsip-prinsip paidagogik dan hubungan kemanusiaan
2 Mengembangkan dan membentuk profesionlisme personel dan sosial lulusan
3 Merefleksikan tumbuhnya kepercayaan dan konrol dari peserta didik
4 Menumbuhkan kesungguhan berbuat dan berkreasi, baik dikalangan guru dan peserta didik tanpa ada kecurigaan dan kecemasan
5 Menghindari perasaan beban berat dan rasa terpaksa dikalangan para peserta didik. (Maman Rachmat, 1998 : 170;171).
B Pengertian Hukuman
Hukuman adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua, guru,dan sebagainya) sesudah terjadi suatu pelanggaran kejahatan atau kesadaran. (Ngalim Purwanto, 1997 : 186)
Hukuman dalam konteksnya sebagai alat pendidikan hendaklah :
1 Senantiasa merupakan jawaban atas suatu pelanggaran
2 Sedikit banyaknya selalu bersifat tidak menyenangkan
3 Diberikan untuk kpentingan anak itu sendiri.
C Syarat-syarat hukuman yang paidogogis
Telah dikatakan bahwa hukuman dan menghukum itu bukanlah soak perorangan, melainkan mempunyai sifat kemasyarakatan. Hukuman tidak dapat dan tidak boleh dilakukan sewenang-wenang menurut kehendak seseorang tetapi
8
menghukum itu adalah suatu perbuatan yang tidak bebas, yang selalu mendapat pengawasan dari masyatakat dan negara,
Adapun syarat-syarat hukuman yang paidagogik itu antara lain :
1 Tiap-tiap hukuman hendaknya dapat dipertanggungjawabkan
2 Hukuman itu sedapat-dapatnya bersifat memperbaiki
3 Hukuman itu tidak boleh bersifat ancaman atau pembalasan dendam
4 Janagan menghukum pada waktu kita sedang marah
5 Tiap-tiap hukuman harus diberikan dengan sadar Sn sudah diperhitungkan terlebih dahulu.
6 Jangan melakukan hukuman badan
7 Hukuman tidak boleh merusakkan hubungan baik antara si pendidik dengan anak didiknya

Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberian secara tepat dan pijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu guru harus memahami prinsip=prinsip pemberian hukuman (Sardimanm 1995 : 93).

D. Prinsip-prinsip hukuman yang dikemukakan oleh Ornstein (1990).
Enggen (1994)
adalah
1 Hukuman diberikan secara hormat dan penuh pertimbangan
2 Hindarksn prmbrian hukuman pada saat marah ata emosional
3 Hukuman diberiksn pada awal kejadian dan pada akhir kejadian
9

4 Hindari hukumsn ysng bersifst badaniah
5 Jangan menghukum kelompok/kelsd spsbils kesalahan dilkuksn oleh seseorsng
6 Beriksn kejelasan alasan mengsps hukuman diberiksn
7 Jangan memberi tugas tambahan sebagai hukuman
8 Yakini bahwa hukuman sesuai dengan kesalahan
9 Pelajari tipe hukuman yang diijinkan sekolah
10 Jangan menggunakan standar hukuman ganda
11 Jangan mendemdan
12 Konsisten dengan pemberian hukuman
13 Jangan mengancam pemberian hukuman
14 Jangan mengancam dengan ketidak-mungkinan
15 Jangan memberi hukuman berdasar selera

E. Jenisjenis Hukuman menurut Emmer dalam Suharsinimi, 1993, adalah :
1 Pengurangan skor atau penurunan peringkat
2 Pengurangan Hak
3 Hukuman berupa denda
4 Pemberian celaan
5 Penahanan sesudah sekolah
6 Pengsekoran
10
8 Pengiriman kepada orang tua
Sikap guru demokratis merupakan kondsi terbinanya kebiasaan berlaku tertib. Sikap ini akan memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut terlibat dalam menegskkan disiplin sekolah ikut bertanggung jawab, dan ikut memperhatikan aturan yang telah dipikirkan dan ditetapkan bersama.

F. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan penjelasan di atas terutama berbgai prinsip-prinsip dalam menerapkan suatu hukuman, maka peneliti mencoba mengemukakakn hipotesis tindakan dalam peneleitian ini adalah ; dengan menerapkan suatu hukuman yang tepat dapat meningkatkan kedisiplinan siswa.












BAB III
METODOLOGI PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas III SD Negeri 5 Baamang Hilir Sampit dengan maksud untuk mengetahui sejauhmana peranan hukuman dalam peningkatan kedisiplinan siswa.

B. Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SD Negeri-1 Baamang Hilir Sampit pemilihan SD tersebut didasarkan pada :
1 SD negeri-1 Baamang Hilir Sampit menjadi tempat wiyata bakti bagi peneliti, sehingga hasil penelitian ini bukan saja nermanfaat bagi peneliti, tapi akan besar manfaatnya bagi guru kelas yang bersangkutan dan bagi sekolah tersebut.
2 Peneliti adalah mahasiswa program S1 proram studi Pendidikan Ekonomi STKIP Muhammadiyah Sampit yang wiyata bakti di SD negeri=1 Baamang Hilir Sampit sehingga sudah terjalin keakraban dengan para guru SD tersebut. Ini tentu saja akan memperlancar jalannya penelitian tindakan kelas yang telah peneliti siapkan.
3 Jumlah siswa tersebut (kelas III) ideal bagi pelaksanaan proses penelitian tindakan kelas ini tidak terlalu besar (cukup)
12
4 Sikap terbuka terhadap rencana penelitian yang telah peneliti siapkan dan kepala sekolah dan para guru.

C. Personil Penelitiam
Penelitian ini dilaksanakan oleh satu tim yang terkait dari tiga orang, yaitu :
1 Peneliti : sebagai pelaksana terselenggaranya proses peneitian
2 Guru Kelas : sebagai observator dan fasilitator terhadap proses
pengajaran, penelitian ini berlangsung disamping itu ,
memberikan pertimbangan-pertimbangan secara umum
terhadap pelaksanaan penelitian.
3 Kepala Sekolah : memberikan support dan membantu pelaksanaan
monitoring dan refleksi dari proses penelitian tindakan
kelas ini.
D. Desain Penelitian
Penelitianini bertujuan untuk mengunkap seberapa tingkat intensitas hukuman dalam meningkatkan kedisiplinan siswa.

E Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan
pengamatan dan observasi yang salama ini telah berlangsung (instrumen terlampir)



13
F Metode Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan teknik analisa kualitatif, dengan maksud untuk memperoleh gamabaran tingkat kedisiplinan siswa dengan penerpan hukuman.

G Rancanagan Tindakan
Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti menggunakan rancanagan tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart, 1988. Di dalam rancanagn tersebut ada beberapa tahap yang peneleiti lakukan, tahapan tersebut antara lain :
1 Tahap Perencanaan (Planning)
Dalam tahap perencanaan ini peneliti mempersiapkan segala sesuatunya berkenaan dengan pelaksanaan penelitian yang akan diambil, baik dalam segi persiapan, strategi, penerapan.
2 Tindakan I (Pertama)
Di dalam melaksanakan tindakan pertama ini peneliti melakukan pengamatan. Selama proses pelaksanaan penelitian ini, peneliti mengadakan observasi tentang seberapa jauh hukuman terhadap kedisiplinan siswa.
3 Refleksi
Berdasarkan hasil observasi terhadap tindakan pertama, peneleiti bersama guru kelas mengkaji dan mengadakan refleksi untuk melihat ssejauhmana intensitas hukuman terhadap kedisiplinan siswa serta melihat
14
kekurangan dan kebaikannya dalam rangka memperbaiki pada tingkatan pertama.
4 Tindakan II (Kedua)
Konsep yang akan dilaksanakan melalui tindakan kedua ini ialah tetap dengan penerapan hukuman yang pedagogis tetapi lebih di perberat/diperbesar pursinya, misal pada tindakan pertama siswa diminta menulis satu halaman folio lalu pada tindakan kedua diminta menulis dua halaman foloi, pemnerian hukuman sepadan dengan kesalahan siswa. Di samping itu juga peneiti mengadakan observasi tentang tingkat kedisiplinan siswa setelah diberi hukuman apakah ada perubahan atau tidak.
5 Evaluasi
Berdasarkan pada tindakan pertsma, refleksi, dan pelaksanaan tindakan kedua, maka peneliti dan guru kelas mengadakan evaluasi pelaksanaan tindakan kelas yang telah dilakukan dalam rangka menarik kesimpulan akhir.

H Analisis Data
Di dalam penelitian tindakan kelas ini peneleiti menggunakan analisis data kualitatif.

I Kriteria Keberhasilan
Hasil penelitian ini berhasil bila siswa yang diberi tindakan secara sadar tidak mengulangi perbuatannya lagi dan bila siswa yang dikenai tindakan tadi

15
tetap saja tidak beribah, itu berarti meningkatkan kedisiplinan melalui penerapam hukuman kurang efektif.





















DAFTAR PUSTAKA

1 Rachman Maman, (1998) Manajemen Kelas Departemen Pendidikan dan Kebudayaa,
2 Purwanto Ngalim (1997) Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung PT Remaja Rosdakarya bandung.
3 Sardiman, A.M. (1995) Intraksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta Rajawali Pers.
4 Kasbolah Kasihani (1998) Penelitian Tindakan Kelas. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
5 Suryosubroto, B (1995) dasar=Dasar Psikologi untuk Pendidikan di Sekolah jakarta PT. Prima Karya.

Selengkapnya...

Kamis, 04 Maret 2010

SILABUS Praktek Lapangan BK

STKIP MUHAMMADIYAH SAMPIT
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING


SILABUS


Mata Kuliah : Praktek Lapangan Bimbingan dan Konseling
Kode Mata Kuliah :
Bobot : 4 SKS
Dosen :
Program Studi : S-1 Bimbingan dan Konseling
Prasyarat : Lulus Pengantar Bimbingan dan Konseling
Bimbingan Kelompok, Konseling Individual,
Psikologi Non Tes dan Tes,
Waktu Perkuliahan : Semester Genap


A. Deskripsi Mata Kuliah
Pada mata kuliah ini mahasiswa melakukan praktek lapangan bimbingan dan konseling selama satu semester, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai mata kuliah praktik, maka bobot kegiatan mahasiswa lebih banyak di lapangan, dengan pokok-pokok kegiatan : (1) Pengenalan dan pemahaman situasi-kondisi, program dan kegiatan-kegiatan sekolah, (2) pengenalan dan pemahaman program BK di sekolah, (3) pengukuran dan pemahaman potensi dan kekuatan serta problema-problema siswa, (4) penyusunan program pengembangan potensi dan kekuatan serta bantuan mengatasi problema-problema siswa, (5) penyiapan instrumen pengumpulan data dan informasi BK, (6) pemberian layanan bantuan pemahaman dan pengembangan potensi dan kekuatan siswa, (7) pemberian layanan bantuan mengatasi problema-problema pendidikan dan pengajaran, sosial-pribadi, dan jabatan/karir; (8) partisipasi dalam pelaksanaan program sekolah dan program BK, serta (9) pelaporan kegiatan PLBK lisan dan tulisan.


B. Tujuan Mata kuliah
Para mahasiswa memiliki :
1. Pengetahuan praktis tentang situasi-kondisi kehidupan dan program sekolah serta berbagai bentuk problema siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah.
2. Pemahaman yang menyeluruh dan terintegrasi tentang program Bimbingan dan Konseling di sekolah.
3. Kemampuan membantu memahami dan mengembangkan potensi-potensi siswa, merancang pengembangannya di masa yang akan datang serta membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi para siswa saat.
4. Sikap profesional sebagai konselor pendidikan.


C. Isi Perkuliahan
1. Pengenalan dan pemahaman situasi-kondisi, program dan kegiatan-kegiatan sekolah.
2. Pengenalan dan pemahaman program BK di sekolah.
3. Pengukuran dan pemahaman potensi dan kekuatan serta problema-problema siswa.
4. Penyusunan program pengembangan potensi dan kekuatan serta bantuan mengatasi problema-problema siswa.
5. Penyiapan instrumen pengumpulan data dan informasi BK.
6. Pemberian layanan bantuan pemahaman dan pengembangan potensi dan kekuatan siswa.
7. Pemberian layanan bantuan mengatasi problema-problema pendidikan dan pengajaran.
8. Pemberian layanan bantuan mengatasi problema-problema sosial-pribadi
9. Pemberian layanan bantuan mengatasi problema-problema jabatan karir
10. Partisipasi dalam pelaksanaan program sekolah.
11. Partisipasi dalam pelaksanaan program BK
12. Pelaporan kegiatan PLBK lisan dan tulisan.

D. Pendekatan dan Metode Pembelajaran :
1. Pendekatan pembelajaran Integrasi teori dan praktek.
2. Metode Pembelajaran.
a. Di lapangan :
1) orientasi, observasi, studi dokumenter, dan partisipasi;
2) pembimbingan latihan bimbingan kelompok dan konseling individual.
b. Di kelas: simulasi, diskusi (persiapan dan perencanaan kegiatan), penyajian (laporan mingguan), dan diskusi (pelaksanaan kegiatan dan pemecahan masalah yang ada di lapangan).

E. Media Pembelajaran
1. Video player dan cassette
2. Audio player dan cassette
3. OHP dan transparan
4. Format-format untuk latihan di kelas dan di lapangan

F. Tugas dan Evaluasi
1. Tugas :
a. Penyusunan rencana bimbingan
b. Penyusunan instrumen-instrumen pengumpulan data
c. Penyusunan bahan informasi cetak dan elektronik
d. Penyusunan laporan akhir hasil PLBK

2. Evaluasi :
a. Evaluasi mingguan tertulis dan lisan
b. Evaluasi laporan hasil PLBK
c. Evaluasi/Ujian akhir lisan.

G. Rincian Kegiatan
1. Pertemuan 1
Penjelasan program PLBK (program terlampir). Tugas dan kewajiban mahasiswa, pembagian kelompok dan pemilihan sekolah tempat praktek, penyiapan syarat-syarat administratif.

2. Pertemuan 2
Diskusi tentang kegiatan observasi dan orientasi di sekolah, identifikasi dan penyusunan instrumen pengumpulan data, penyusunan program bimbingan masing-masing praktikum.

3. Pertemuan 3
Laporan dan diskusi hasil pengenalan dan pemahaman situasi-kondisi program dan kegiatan sekolah serta program BK di sekolah.

4. Pertemuan 4
Laporan dan diskusi hasil pemahaman potensi dan kekuatan serta problema-problema umum siswa.

5. Pertemuan 5
Penyajian dan diskusi draft program bimbingan (pengembangan potensi dan kekuatan serta bantuan mengatasi problema-problema siswa), instrumen dan bahan informasi masing-masing praktikum.

6. Pertemuan 6 s.d. 9
Penyajian dan diskusi hasil pemberian layanan pengembangan dan bantuan mengatasi problema siswa.

7. Pertemuan 10
Penyajian dan diskusi hasil partisipasi dalam pelaksanaan program sekolah, pembahasan tentang bentuk dan sistematika isi laporan kegiatan PLBK.

8. Pertemuan 11 s.d. 15
Penyajian dan diskusi hasil pemberian layanan pengembangan dan bantuan mengatasi problema siswa (lanjutan).

9. Pertemuan 16
Ujian akhir dilaksanakan secara lisan.




H. Daftar Literatur
Culley, Sue (1991), Integrative Counseling Skill in Action, London : Sage Publications.

Gibson, Robert L. & Mitcell Marianne, (1986), Introduction in Counseling and Guidance New York: Mac Millan Publishing Co.

Ivey, Allen E. & Auther, Jery (1978), Micro Counseling Illionis: Charles C: Thomas Publisher.

Kennedy, Eugene & Charles, Sara C. (1990), On Becoming a Counselor, New York: Crossroad.

Pietrofesa, John et.al. (1980), Guidance: an Introduction, Chicago: Rand McNally College Publishing Co.

Tanda tangan kesiapan untuk anggota tim PPL BK :

1
2
3
4
5

Selengkapnya...

Silabus Konseling Individual

SILABUS
Nama Mata Kuliah : Konseling Individual
Kode Mata Kuliah : PKP.413
MKK
Semester : IV (Empat)
Jenjang : S1
Dosen : Drs. M.Darsyah AM, S.Pd, SH, M.Hum, M.Pd
Pokok Bahasan : Melalui mata kuliah ini diharapkan mahasiswa memiliki pengetahuan dan wawasan tentang teori-teori konseling, memahami hakikat teori konseling bagi seorang konselor profesional, mampu menggunakan teori konseling untuk memahami dan membantu individu/ klien untuk berkembang secara optimal serta memiliki kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan.
1. Pertemuan 1 : Tujuan perkuliahan, silabi dan kontrak belajar
- penjelasan tentang tujuan perkualiahan
- penjelasan proses perkuliahan dan bahan-bahan yang akan dipelajari selama satu semester berdasarkan silabi
- mengembangkan berbagai aturan bersama agar proses perkuliahan berjalan dengan lancar serta dapat mendorong mahasiswa memperoleh hasil perkuliahan baik akademik maupun non akademik secara maksimal

2. Pertemuan 2 : Teori dan Hakikat teori
- Definisi teori
- Hakikat teori bagi seorang konselor professional
- Latar belakang munculnya teori
- Klasifikasi teori - teori konseling
3. Pertemuan ke 3 : Definisi Konseling dan Paradigma Konseling
- Definisi konseling
- Prinsip-prinsip Konseling
- Paradigma konseling
4. Pertemuan ke 4 : Posisi konseling dalam profesi hubungan yang membantu
- Klasifikasi Profesi-profesi hubungan yang membantu
- Posisi konseling dalam profesi-profesi yang membantu
5. Pertemuan ke 5 : Teori Psikodinamik
- Konsep teori
- Pandangan tentang manusia
- Karakteristik permasalahan
- Karakteristik klien
- Karakteristik konselor
- Teknik-teknik utama
- Tokoh serta turunan teori dan konsep masalah
6. Pertemuan ke 6 : implementasi teori Psikodinamik
- Permasalahan yang dapat dielaborasi dengan teori psikodinamik
- Penerapan teori psikodinamik dalam permasalahan keseharian
7. Pertemuan ke 7 : Teori Behavioral
- Konsep teori
- Pandangan tentang manusia
- Karakteristik permasalahan
- Karakteristik klien
- Karakteristik konselor
- Teknik-teknik utama
- Tokoh serta turunan teori dan konsep masalah
8. Pertemuan ke 8 : implementasi teori Behavioral
- Ppermasalahan yang dapat dielaborasi dengan teori behavioral
- Penerapan teori behavioral dalam permasalahan keseharian
9. Pertemuan ke 9 : Ujian Tengah Semester
10. Pertemuan ke 10 : Teori Kognitif
- Konsep teori
- Pandangan tentang manusia
- Karakteristik permasalahan
- Karakteristik klien
- Karakteristik konselor
- Teknik-teknik utama
- Tokoh serta turunan teori dan konsep masalah
11. Pertemuan ke 11 : Implementasi teori kognitif
- Permasalahan yang dapat dielaborasi dengan teori kognitif
- Penerapan teori kognitif dalam permasalahan keseharian
12. Pertemuan ke 12 : Teori Humanistik
- Konsep teori
- Pandangan tentang manusia
- Karakteristik permasalahan
- Karakteristik klien
- Karakteristik konselor
- Teknik-teknik utama
- Tokoh serta turunan teori dan konsep masalah
13. Pertemuan ke 13 : Implementasi teori Humanistik
- Permasalahan yang dapat dielaborasi dengan teori kognitif
- Penerapan teori kognitif dalam permasalahan keseharian
14. Pertemuan ke 14 : Teori Berlandaskan keagamaan dan implementasi
- Konsep teori
- Pandangan tentang manusia
- Karakteristik permasalahan
- Karakteristik klien
- Karakteristik konselor
- Teknik-teknik utama
- Tokoh serta turunan teori dan konsep masalah
- Permasalahan yang dapat dielaborasi dengan teori kognitif
- Penerapan teori kognitif dalam permasalahan keseharian
15. Pertemuan ke 15 : teori Lintas budaya dan implementasi
- Konsep teori
- Pandangan tentang manusia
- Karakteristik permasalahan
- Karakteristik klien
- Karakteristik konselor
- Teknik-teknik utama
- Tokoh serta turunan teori dan konsep masalah
- Permasalahan yang dapat dielaborasi dengan teori kognitif
- Penerapan teori kognitif dalam permasalahan keseharian

16. Pertemuan ke 16 : Reviu Perkuliahan
17. Pertemuan ke 17 : Ujian Akhir Semester

TIU : -
TIK : -
Alokasi : 16 kali pertemuan
Sumber : Richard Nelson-Jones, 1995, Counseling and Personality ; Theory and Practice, NSW : Allen & Unwin
Michael E. Cavanagh, 1982, The Counseling Experience, California : Brooks/ Cole Publishing Company
Shetzer & Stone, Fundamental of Counseling
Bramer, Helping Relationship
Sofyan S. Willis, 2003, Teori dan Teknik Konseling, Bandung: Alfabeta

Selengkapnya...

Selasa, 02 Maret 2010

JUDUL MAKALAH SEMINAR BIMBINGAN KONSELING

JUDUL MAKALAH SEMINAR BIMBINGAN KONSELING

Oleh M. Darsyah AM.
Dosen Prodi BK STKIP Muh. Sampit

1. Mengenali Permasalahan Pada Remaja Yang Kerap Menimbulkan Stres Dan Cara Menanginya.
2. Masalah Dan Bimbingan Anak Kesulitan Belajar Di Sekolah Dasar
3. Upaya Menumbuhkan Kemampuan Mengatasi Kecemasan Pada Remaja
4. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Keluaraga Dan Tingkat Pendidikan Orang Tua Dengan Prestasi Belajar Pada Siswa Kelas II SMA
5. Meletakkan Kerangka Dasar Pendidikan Yang Berkwalitas
6. Profesionalitas Konseing Dalam Layanan Konseling
7. Mamfaat Layanan Orientasi Dalam Bimbingan konseling
8. Urgensi Bimbingan Konseling Di Sekolah Menengah
9. Guru Kelas Sebagai Pelaksana Utama Bimbingan Konseling di SD
10. Partisipasi Guru Bidang studi Terhadap Bimbingan Dan Konseling SD
11. Peranan Bimbingan Karir Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Siswa
12. Hubungan Anara Bimbingan Kelompok Dengan Prestasi Belajar Siswa
13. Kontribusi Bimbingan dan Konsling Terhadap Mutu Pendidikan Di Taman Kanak-Kanak
14. Meningkatkan Pengorganisasian Dan Administrasi Bimbingan dan Konseling Sekolah.
15. Peranan Pendidikan Keluarga Terhadap Perkembangan Keaktifan Anak
16. Pengaruh Layanan Bimbingan Karir Terhadap Kesipanan Mental Kerjs Siswa Kelas XII SMK
17. Pelaksanaan Bimbingan Terhadap anak Yang Terindikasi Kesulitan Belajar di SD
18. Peranan Bimbingan Dan Konseling Dalam Menanggani PIL dan Wil
19. Perkembangan Anak Di Dalam Penyesuaian Sosial
20. Peranan Bimbingan Kemandirian Dan Motivasi Belajar Siswa SMP
21. Layanan Bimbingan Konseling Dalam Memotivasi Belajar Sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa.

Selengkapnya...

Senin, 22 Februari 2010

Pengumuman

PENGUMUMAN


Diberitahukan kepada seluruh mahasiswa STKIP Muhammadiyah Sampit hal-hal berikut ini :
1. Pembayaran SPP dari tanggal 22 Pebruari sampai dengan 5 Maret 2010.
2. Tidak diperbolehkan titip pembayaran SPP lewat civitas akademika.
3. Selama proses perkuliahan (sejak masa konsultasi program studi) harus berpakaian rapi, bersih, sopan, serasi dan tidak berlebihan yang sesuai dengan tempat, waktu dan situasi.
4. Dilarang memakai celana jeans dan kaos.
5. Pengisian KRS ke komputer mulai tanggal 2 s.d. 6 Maret 2010.
6. Jadwal Pengisian KRS :
Pagi : 08.00 - 11.00 WIB
Sore : 15.30 - 17.00 WIB

Sampit, 22 Pebruari 2010
Ketua,

ttd

Drs. M. Darsyah AM, SH, S.Pd, M.Hum, M.Pd
NIK. 000 086 001


Selengkapnya...

Sabtu, 13 Februari 2010

Bahan Kuliah Konseling Individual

PARADIGMA TERI KONSELING

Oleh : M.Darsyah AM


Dasar teoritis perlu untuk semua konseling yang efektif. Teori adalah dasar melakukan konseling yang baik. Menurut Wolman (1973) teori adalah suatu sistem yang terdiri dari data empiris yang didapat melalui observasi dan/atau eksperimentasi dan interpretasinya.

Untuk Konseling, Brammer, Abrego dan Shostrom (1993) mengatakan bahwa teori konseling adalah sebuah struktur dari beberapa hipotesis dan generalisasi yang didasarkan pada pengalaman konseling dan studi eksperimental. Menurut Hansen, Stevic dan Warner (1986) teori konseling adalah suatu model tentatif, atas dasar itu dikembangkan berbagai macam rencana dan tindakan. Teori memberi suatu struktur, dengan struktur ini dapat dilakukan organisasi dari informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

Perlu adanya teori karena akan memungkinkan konselor untuk membedakan tingkah laku mana yang normal-rasional dan mana yang obnormal-irasional, teori juga membantu memahami penyebab TL serta sarana untuk mengorganisasi apa yang didapat selama proses Konsweling.

Membuat Sintesis

Menggunakan teori penting untuk seseorang konselor yang melakukan konseling, karena teori akan memberi struktur dan mengorganisasi pemikirannya. Ada berbagai cara menggunakan teori dalam konseling. Seorang konselor dapat menggunakan satu teori tunggal dalam pendekatannya, tetapi dapat juga menngunakan teori yang eklektif, berarti mencampurkan beberapa pendekatan, mengintegrasikan beberapa pendekatan.

Teori Tunggal

Ada beberapa macam pendekatan dalam psikologi, misalnya Pendekatan Psikoanaltik, Humanistik, Behavioral dan lain-lain Misalnya tokoh pendekatan humanistik adalah Rogera, Maslow. Konselor dan terapis dapat memilih suatu teori yang dicetuskan oleh seorang tokoh dalam menjalankan profesinya. Dalam hal menggunakan teori tunggal untuk mengarahkan pemikirannya dan memandunya dalam menemukan solusi yang paling efektif bagi kariernya.

Persepektif Integrasi

Bidang psikoterapi diwarnai oleh banyak pendekatan yang berbeda satu sama lain. Dulu perbedaan pandangan antar aliran yang berbeda menimbulkan pertentangan untuk menentukan pendekatan mana yang terbaik untuk melakukan perubahan

1


kepribadian. Namun demikian, sejak awal 1980-an psikoterapi mulai berkembang ke arah integrasi dan eklektisisme. Gerakan ii bertujuan untuk menggabungkan berbagai orientasi yang terbaik sehingga dapat dirancang penanganan yang lebih baik. (Phares (1992) mengatakan :

Personality can be lkened to adalah diamond whose many facets eatch reflect adalah different of that diamond depends adalah lot on where you are standing and which source of light is reflected into your eyes.

Konseling dan psikoterapi integratif merupakan suatu proses seleksi dari konsep-konsep dan metdde dari berbagai pendekatan. Survei yang dilakukan terhadap psikologi klinis dan konselor, secara konsisten hasilnya menunjukkan bahwa 30% -50% responden menganggap dirinya sebagai eklektif dalm praktik mereka. Salah sati alasan munculnya kecenderungan integrasi adalah adanya pemahaman bahwa tidak ada satu teori yang cukup konprehensif untuk memahami kompleksitas TL manusia terutama bila klien yang ditemui berebda-beda dengan masalah yang bervariasi pula.

Menurut Brammer, Abrego dan Shostron (1993) terdapat beberapa cara dalam melakukan integrasi terhadap berbagai pendekatan ytang terutama adalah
(a) Eklektisisme Teknik, (2) Eklektisisme teori, (3) Eklektisisme Faktor Umum.



Sampit, 13 Pebruari 2010 Selengkapnya...